Arsip Tag: Contoh Demonstrasi di Indonesia

Apa Itu Demonstrasi? Ini Pengertian, Tujuan, Aturan, dan Contohnya di Indonesia

Demonstrasi adalah istilah yang merujuk pada dua hal, yakni mempertunjukkan sesuatu dan aksi massa. Untuk lebih memahami penjelasan demonstrasi, berikut ini pengertian, tujuan, dan contohnya di Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “demonstrasi” memiliki dua arti. Pertama, demonstrasi merujuk pada pernyataan protes yang disampaikan secara massal, sering disebut juga sebagai unjuk rasa. Kedua, demonstrasi yang berarti peragaan atau pertunjukan yang menunjukkan cara melakukan atau mengerjakan sesuatu.

Pengertian Demonstrasi
Secara umum, demonstrasi memiliki arti memperlihatkan, memamerkan, menunjukkan, atau membuktikan sesuatu. Dalam pengertian yang merujuk pada aksi massa, demonstrasi adalah bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh undang-undang.

Biasanya, demonstrasi atau disebut juga dengan demo ini dilakukan untuk mengungkapkan pendapat kelompok atau menolak kebijakan yang diterapkan oleh pihak tertentu.

Dikutip dari buku “Pengantar Ilmu Sosial” karya Ryan Taufika dan Baihaqi Siddik Lubis, dalam ilmu politik, demonstrasi adalah aksi sekelompok orang yang secara kolektif menunjukkan dukungan atau protes untuk menyatakan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan.

Achmad Nur Hidayat dalam bukunya yang berjudul “Buku Ajar Analisis Publik” demonstrasi didefinisikan sebagai bentuk ekspresi publik yang digunakan masyarakat untuk menyuarakan ketidakpuasan atau menuntut perubahan kebijakan.

Fenomena ini kerap terjadi ketika masyarakat merasa suara mereka tidak didengar atau kepentingan mereka diabaikan oleh pemerintah.

Tujuan dan Fungsi Demokrasi
Tujuan demonstrasi adalah untuk menyatakan pendapat umumnya bersifat pertentangan guna menegakkan hak dalam bernegara dan berdemokrasi.

Sementara fungsi demonstrasi, disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa, “Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”

Merujuk dari penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, fungsi demokrasi dapat dipahami sebagai wujud dari hak setiap orang atau kelompok untuk menyampaikan pendapatnya.

Aturan Tentang Demonstrasi di Indonesia
Di Indonesia, ketentuan yang mengatur demonstrasi secara khusus terdapat dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Menurut Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 9 Tahun 1998, unjuk rasa atau demonstrasi didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.

Dalam hal ini, penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pemberitahuan harus disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya 3 x 24 jam (tiga kali dua puluh empat jam) sebelum kegiatan dimulai dan sudah diterima oleh Polri setempat.

Lebih lanjut, Pasal 9 Ayat (2) UU Nomor 9 Tahun 1998 menetapkan bahwa penyampaian pendapat di muka umum diperbolehkan di tempat terbuka umum.

Namun, terdapat pengecualian di lokasi-lokasi tertentu seperti lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan objek-objek vital nasional.

Berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 9 Tahun 1998, surat pemberitahuan mengenai penyampaian pendapat di muka umum harus memuat:

– Maksud dan tujuan;
– Tempat, lokasi, dan rute;
– Waktu dan lama;
– Bentuk;
– Penanggung jawab;
– Nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;
– Alat peraga yang dipergunakan; dan atau
– Jumlah peserta.

Contoh Demonstrasi di Indonesia
1. Demonstrasi Buruh pada Hari Buruh Internasional
Setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh, yang dirayakan secara internasional sebagai May Day. Hari Buruh atau May Day adalah hari untuk menghormati perjuangan dan pencapaian bersejarah yang dilakukan oleh para pekerja dan gerakan buruh.

2. Demonstrasi Tolak RKUHP dan revisi UU KPK
Pada September 2019, Gedung DPR/MPR RI di Jakarta dipenuhi oleh massa aksi mahasiswa yang berdiri di depan pintu gerbang gedung parlemen. Mereka menggelar aksi tersebut untuk menyuarakan penolakan terhadap RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

3. Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja
Organisasi serikat buruh dan Partai Buruh akan mengadakan unjuk rasa menolak Peraturan Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) di depan Gedung DPR RI pada Selasa, 11 April 2023. Demonstrasi ini merupakan bagian dari aksi masyarakat di berbagai daerah yang menolak disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Tiga Faktor Ini Diduga Jadi Alasan Mengapa Demonstrasi Terus Berlanjut

Analis Sosial Politik Centre for Social Politic, Economic, and Law Studies (Cespels) Ubedilah Badrun menilai, demonstrasi mahasiswa dan pelajar yang meluas ke berbagai daerah disebabkan oleh beragam faktor. Menurutnya, faktor pertama adalah kekecewaan mahasiswa dan masyarakat pada kinerja elite politik yang buruk dan terjadi secara berulang-ulang. “Kekecewaan mahasiswa dan masyarakat itu misalnya terhadap praktik korupsi yang terus menerus dilakukan elite politik. Bagaimana rakyat tidak kecewa, datanya di KPK dan ICW menyebutkan 61 persen lebih kasus korupsi dilakukan elite politik,” papar Ubedilah kepada Kompas.

Faktor kedua, lanjutnya, yakni cara-cara aparat penegak hukum dalam menangani berbagai problem di daerah kerap menggunakan cara non-persuasif. Tak pelak, hal itu membuat emosi rakyat di daerah mengalami ekskalasi

Pengajar Universitas Negeri Jakarts (UNJ) ini menambahkan, aparat keamanan dan pemerintah acap tidak menggunakan cara persuasif dalam menangani ragam masalah, misalnya dalam menghadapi gelombang unjuk rasa. “Aparat lebih menggunakan cara-cara tidak persuasif dibandingkan cara dialogis dan kultural. Seharusnya yang diutamakan dilakukan aparat negara adalah cara-cara dialogis dan kultural dalam menghadapi rakyat, termasuk cara menghadapi demonstran, misalnya dengan memberikan ruang mahasiswa berdialog,” paparnya kemudian.

Faktor ketiga, seperti diungkapkan Ubedilah, yakni elite politik yang nampak mementingkan kepentingan kelompok oligarki politik dibandingkan kepentingan rakyat. Menurutnya, hal itu tercermin dari rancangan undang-undang yang bermasalah, seperti UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan dinilai melemahkan KPK di sejumlah pasal, misalnya terkait izin penyadapan dari dewan pengawas. “Faktanya, UU KPK, RKUHP, RUU Ketenagakerjaan membenarkan itu. Watak elite politik yang mementingkan kelompoknya membuat kekecewaan semakin akumulatif,” imbuhnya.